Selamat Datang | Muyasaroh Notes | Bersama Saling Berbagi dan Menjadi Pembelajar yang Hebat Muyasaroh Note: Januari 2015

Kamis, 01 Januari 2015

Notes Baru

Aih... sudah luama banget vacum di dunia blog. hening, senyap, mengihilang entah kemana. Rindu dengan catatan-catatan baru yang di ditinggalkan disini. Kini mencoba untuk mengukir kembali. Assalamualaikum...

Memetik Hikmah Warna-warni Kehidupan

(Oleh May Khakasa)

Terik matahari menyengat, tepat di ubun-ubun kepala. Kaki menerjang panasnya jalan menuju laboratorium yang berdiri kokoh diantara bangunan tua yang didirikan entah tahun berapa. Yang pasti, sudah lama. Terlihat dari dinding-dindingnya sudah ada sedikit retak, cat warna tembok yang kusam, atap yang menyisakan guratan kuning akibat bekas bocoran hujan atau tetesan AC  yang menggantung tinggi di dinding , serta terlihat beberapa sarang laba-laba menggantung dipojokan ruangan. Laboratorium itu, terdapat satu kotak ruang yang dipisahkan oleh sebuah sekat dari triplek berukur sekitar 4x3 meter. Tidak lain, ruangan itu adalah ruang kepala laboratorium yang didesain dengan beberapa komputer berjajar guna mencari data bagi mahasiswa yang membutuhkan.

Awalnya hanya berisi tiga orang perempuan. Berbicara memecahkan sebuah pertanyaan yang aku ajukan kepadanya, tidak lain mereka adalah kedua senior ku yang menguasai ilmu tentang wind turbin , bagaimana tidak? Karena kebetulan mereka yang sedang mengambil tugas akhir tentang wind turbin tahun ini. Satu persatu pertanyaan terjawab dan satu persatu pula seniorku pergi dari ruang, menyisakanku sendiri didepan komputer.

Tak beberapa lama, salam terdengar dari balik pintu dan seniorku yang lainnya satu persatu masuk. Memecah kesepian dalam lab. Mereka berbincang, bercanda, berdiskusi dan hal lainnya dilakukan dalam laboratorium tersebut. Mengisi waktu sengggang untuk menanti pergantian mata kuliah selanjutnya. Wajar lah, anak teknik yang notabennya banyak cowok, biasanya nongkrong di warung tapi ini nongkrongnya di lab. Itu karena mereka telah bersandang sebagai asisten lab yang harus setiap saat ke lab, entah itu hanya mampir atau apalah.

Aku bukan mempermasalahkan tentang gurauan, diskusi atau apa yang mereka lakukan di lab. Bukan urusanku, aku sebagai junior sekaligus mahasiswi yang hanya sekedar singgah untuk bertanya tentang beberapa hal sudah terjawab dan hanya bisa memerhatikan tingkah seniorku. Toh, disini aku bukan asisten lab seperti mereka atau kenal dekat dengan mereka, hanya sekedar tahu mereka. Tidak kurang dan tidak lebih. Tapi, ketika aku mendengar celetukan salah satu seniorku yang asyik mengobrol, lantas entah kenapa tangan yang tadinya asyik mengutak-atik komputer jadi berhenti. Ini bukan kesengajaanku untuk mendengar pembicaraan mereka. Tapi ini memang tidak disenganja. Suruh siapa mereka lantang juga berbicara, dengan ukuran laboratorium yang tidak begitu luas semua orang akan mendengarnya. Termasuk aku yang duduk dari ruang berjajar komputer itu, yang hanya dipisahkan dengan sekat dari trilek. Anggap saja dia si A dan si B, ada lagi sih sebenarnya mungkin bisa C, D dan seterusnya. Tapi menurutku pembicaraan si A dan si B ini yang cukup menarik dalam benakku, hingga menghentikan aktifitasku tadi. Setidaknya begini secuil potongan percakapan mereka. Ini aku sudah membahasakan ke bahasa indonesia agar semua bisa mengerti, karena mereka bicara campuran dengan bahasa jawa, maklum tempat kuliahku ini di Surabaya, yang notabennya kampus cukup bergengsi di Surabaya ataupun di tanah air ini­­­­_sedikit berlebihan.

“Cari kerja besok itu yang enakan lah, gaji yang besar,” kata si A.

“apa sih kamu ini,” jawab si B sambil menyennggol lengan si A

“iya dong, gaji besar biar bisa ngidupin istri yang enak,”

“wah, ga gitu juga,” singkat si B menjawab.

“Kamu mau, nikahin perempuan yang seperti si putri (sebut saja ini), iyalah pasti kamu mau nikah sama si Putri, kan enak, nanti kalau misal gajimu sebulan hanya 1 juta, dia juga tetap nurut saja sama kamu, dia nanti toh juga tetap bilang ‘bersyukur mas gaji segini’ iyakan?” si A menambah percakapannya dan sontak tertawa mengejek.

Jawaban si B hanya tersenyum sambil,” apa sih,”

Masih ada percakapan selanjutnya yang hanya bisa aku dengar sambil tak enak hati rasanya, seperti diaduk-aduk dan ingin segera keluar dari ruangan itu.

Sungguh, ini adalah benar-benar kejadian nyata yang aku dengar dan saksikan sendiri. Percakapan para pria yang mungkin tak sadar ada seorang perempuan di balik kamar ruang yang hanya berukuran 4x3 meter itu. Yang membuatku tak enak hati adalah, kenapa obyek omongannya harus dengan si Putri itu? Kamu tahu, siapa yang mereka bicarakan si putri itu? Dia adalah benar-benar wanita yang sholehah_benar-benar menurutku, aku saja sampai ingin seperti dia, sungguh sangat mulia sekali dia.

Si Putri adalah seorang muslimah yang berparas sangat cantik, berkerudung panjang, bertutur kata lembut, berakhlak baik, berpengetahuan akan agama dan ilmu teknik. Prestasinya tidak hanya dalam dunia keteknikan atau sains namun dalam nilai agamapun dia unggul.  Kebetulan juga ia adalah seniorku sendiri.

Sepanjang perjalananku setelah keluar dari ruangan itu, aku berpikir, “ Ya Allah, apakah semua yang ada di dunia itu, harus di nilai dari materi? buat apa manusia banting tulang hanya sekedar demi hasrat duniawi saja, tak mementingkan bagaimana indahnya bersyukur itu, padahal jika selalu merasa bersyukur, Allah akan menjauhkan perasaan dalam diri dari yang namanya kurang dan akan selalu merasa cukup, semoga mbak si Putri akan selalu Engkau lindungi dari orang-orang yang haus akan kepuasan, kekuasaan dan kebanggaan duniawi seperti itu”

Aku bukan seorang alim ulama atau seorang yang cakap dengan ilmu agamanya, aku masih belajar sampai sekarang. Aku hanya tahu, salah satu properti kebanggaan dari seorang suami kelak adalah memiliki makmum yang sholehah, yang bisa menjadi perhiasan di dunia dan menjadi jalan menuju surga bagi sang suami. Aku pun bukan seorang yang mungkin lebih baik dari orang-orang yang lainnya, toh, aku juga belum pernah merasa bagaimana menikah dan kehidupan rumah tangga itu. Hanya saja yang aku tahu dan belajar dari seorang kakak yang sudah beranak pinak_walau masih satu dan menggemaskan. Setelah menikah, rumah tangga itu dibangun dengan dasar kebaikan dan satu sama lain berusaha untuk membuat rumah tangganya lebih baik karena keduanya telah memutuskan untuk saling bersama dan mencintai.
Read More »